Minggu, 28 Juni 2009

Alasan di Balik Bergesernya Perbankan Dunia ke Syariah


LONDON (SuaraMedia) – Peraturannya sederhana saja, tidak ada transaksi yang berkaitan dengan alkohol, pornografi, atau apapun yang merusak moral digabungkan dengan peniadaan bunga, maka itulah landasan dari sistem keuangan Islam, yang mampu tetap bertahan ditengah kian runtuhnya keadaan perekonomian dunia, sebaliknya, bank-bank Islam memiliki peluang untuk terus berkembang.

Krisis keuangan dunia memberikan peluang bagi bank-bank syariah yang berpusat di sejumlah negara-negara teluk.

Tidak seperti bank-bank Barat, bank Islam hanya sedikit terpengaruh oleh gelombang krisis keuangan dan para ahli meyakini bahwa hal tersebut karena hukum perbankan syariah memang benar-benar didasarkan pada kitab suci umat Islam, Al-Qur’an, yang merupakan firman Allah.

Bank syariah juga tidak mengenal pinjaman antar bank karena dana yang mereka kelola adalah dana deposit mereka sendiri, bank syariah juga tidak mau berurusan dengan obligasi hutang yang berisiko. Lebih lanjut lagi, hukum Islam melarang adanya bunga dan menganjurkan sistem bagi hasil, yang berarti bahwa segala macam investasi, baik hasilnya untung atau rugi, akan dibagi rata antara pihak bank dan kliennya.

Fakta bahwa bank-bank Islam hanya mengalami efek minimum dari krisis global membuat bank Islam lebih menarik dimata para investor, khususnya yang tergabung dalam Dewan Kerjasama Teluk (GCC), yang terus mengawasi nilai investasi mereka ditengah tersungkurnya bank-bank umum, menurut sebuah laporan baru, yang diberi nama perkembangan keuangan Islam di GC, dari London School bidang Ekonomi dan pengetahuan politik (LSE).

“Ada banyak pertanyaan yang timbul mengenai nilai-nilai dalam sistem keuangan konvesional, dan sebagai alternatif, bank-bank syariah akan lebih dilirik, khususnya karena alasan berdirinya bank Islam adalah karena perlunya moralitas dalam transaksi keuangan, berdasarkan tuntunan agama,” kata penulis laporan tersebut, profesor Rodney Wilson, yang menulis laporan untuk program pengembangan, pemerintahan dan globalisasi di negara-negara teluk.

Tuntutan dari umat Muslim dunia yang berjumlah 1,3 miliar orang untuk cara investasi yang sesuai dengan keyakinan mereka berarti bahwa aset-aset yang sesuai dengan hukum Islam berkisar antara $700 juta hingga $1 triliun, dengan sejumlah perkiraan yang menyebutkan bahwa aset-aset tersebut tumbuh hingga mencapai $1,6 triliun pada akhir 2012.

Nilai dari aset-aset yang sesuai dengan tuntunan syariah di GCC, yang anggotanya termasuk Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab, diperkirakan berjumlah lebih dari $262 miliar.

“Meningkatnya minat dunia internasional terhadap sistem keuangan Islam telah dicatat di GCC, dan hal ini akan mendorong penerimaan terhadap pemerintah setempat dan klien bank, karena bank Islam berhasil melalui krisis dan tidak ada yang memerlukan bantuan dana talangan dari pemerintah,” kata Wilson.

Wilson mengatakan bahwa GCC ada di jantung dunia Muslim membuat kawasan tersebut menjadi pusat strategis yang dapat menghubungkan sistem perbankan Islam dengan Eropa, Asia dan Afrika dan berpendapat bahwa penyebaran cabang bank Islam GCC merupakan indikasi bahwa hal tersebut tengah terjadi.

Lebih lanjut lagi, pemulihan ekonomi global kemungkinan akan menguntungkan GCC karena harga minyak dan gas kembali naik, sehingga dana segar akan masuk kepada perbankan syariah untuk melakukan ekspansi yang lebih luas lagi.

Selain menjadi pendukung perbankan Islam hingga sekarang, Arab Saudi bisa saja menjadi pemimpin global dalam industri keuangan islam di seluruh dunia jika Saudi Arabian Monetary Agency (SAMA) dan otoritas pasar modal bergerak lebih proaktif dalam mempromosikan industri syariah.

Namun demikian, perbedaan-perbedaan regulasi dan harmonisasi antara satu pemikiran dengan pemikiran lainnya, hanyalah segelintir penghalang utama dari sistem perbankan Islam untuk tumbuh berkembang melintasi batas negara, utamanya negara-negara Eropa yang memiliki komunitas umat Muslim dalam jumlah besar.

Di saat industri tersebut melebarkan sayap ke negara-negara non-Muslim atau negara sekuler, kebutuhan untuk memberikan pengetahuan mengenai sektor perbankan syariah menjadi kian meningkat.

Ketika sudah ada pertanda bahwa penghalang budaya tidak akan menjadi masalah, minggu ini sebuah program pelatihan yang berbasis di London diluncurkan oleh walikota London, Ian Luder, untuk memungkinkan cabang bank eropa untuk lebih menyesuaikan diri terhadap persyarakat sistem keuangan Islam.

“Meski tengah diterpa gelombang krisis keuangan, sistem keuangan Islam terus tumbuh pesat sebagai sistem perbankan alternatif bagi kaum Muslim dan juga non-Muslim. (Sistem syariah) akan menjadi komponen penting bagi infrastruktur keuangan global yang baru,” kata Luder.

Program tersebut, yang akan dijalankan oleh pusat perbankan Islam Inggris, dijalankan untuk memberikan pelatihan dan penelitian untuk organisasi pemerintahan dan swasta seperti perusahaan asuransi, bank, bisnis non-keuangan, dan institusi-institusi akademik.

“Sektor keuangan Islam berkembang dalam tingkatan yang terus meningkat, dikarenakan kuatnya prinsip-prinsip keuangan dan nilai-nilai etis, yang melarang bunga dan menganjurkan sistem berbagi risiko dan berbagi hasil antara kedua pihak,” kata Akmal Hanuk, direktur pelaksana IBFC-UK.

Nilai dari aset-aset syariah di GC melebihi $262,6 miliar jika nilai aset Arab Saudi, Kuwait, UEA, Bahrain dan Qatar digabungkan. Dengan total aset syariah di seluruh dunia mencapai sekitar $640 miliar pada akhir tahun 2007, hal ini menandakan bahwa negara-negara GCC menyumbangkan 41% dari nilai keseluruhan tersebut. (dn/aby/meo) Dikutip oleh www.suaramedia.com

Dari:

Alasan di Balik Bergesernya Perbankan Dunia ke Syariah,

http://www.suaramedia.com/dunia-islam/alasan-di-balik-bergesernya-perbankan-dunia-ke-syariah.html,

Diakses pada hari: Minggu, 28 Juni 2009 07:00am


Selasa, 02 Juni 2009

Lalat Yang Jatuh Pada Minuman

Berikut kajian mengenai hadits lalat dalam minuman yang sebagian besar bersumber dari buku mini U. Afif Ali Zainuddin, Tinjauan LALAT ke dalam Makanan atau Minuman,
PT Al-Maarif Bandung, 1980.


TINJAUAN LALAT KE DALAM MAKANAN ATAU MINUMAN

MASALAH
Akhir 1952 muncul masalah (baca: keresahan) di masyarakat Islam mengenai hal yang kelihatannya sepele (remeh):

Hukum jatuhnya lalat ke dalam minuman. Ulama Islam membolehkan meminum air itu dengan syarat lalat yang jatuh harus dibenamkan lebih dahulu. Sedangkan para dokter menolaknya, mengharuskan agar air itu dibuang saja. Bagi orang yang kelebihan air hal itu mudah saja membuangnya tapi bagi yang kesulitan air, tentu membingungkan. Di sisi yang lain, hal ini juga menjadi issue menarik bagi orang Nasrani untuk mengolok-olok ajaran agama Islam tentang hadits mengenai lalat ini sehingga masalah ini menarik untuk dikaji dari sisi kesehatan itu sendiri. Bulan Jun 1959 masalah tersebut menghangat kembali terlebih dengan dimuatnya persoalan itu pada buku Ilmu Hewan karangan Abbas Hasan terbitan firma Maju yang membenarkan hadits riwayat Bukhari berikut:

"Jikalau lalat terjatuh pada salah satu tempat minumanmu, hendaklah ditenggelamkan seluruh badan lalat itu ke dalam tempat minum tersebut, kemudian buanglah ke luar. Sebab pada salah satu sayapnya ada obat dan pada sayap lainnya terdapat penyakit." (HR Bukhari)

Sementara itu para ahli kesehatan, Kepala Bagian Pemberantasan Penyakit Menular dan Karantina pada Departemen Kesehatan berkomentar sebaliknya. Polemik sederhana ini mengakibatkan Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara' Departemen Kesehatan Republik Indonesia berkali-kali bersidang tentang masalah ini.

PENYELIDIKAN ILMIAH
Agak terlambat bagi umat Islam untuk mau bersungguh-sungguh menyelidiki dan menggali kebenaran ajaran Islam yang bersinggungan dengan bidang lain seperti kesehatan, pendidikan, ekonomi hingga politik sekalipun. Perihal lalat diketahui dipelajari oleh Prof. Brefeld tahun 1871. Ilmuwan Jerman dari Universitas Hall ini menemukan bahwa dalam badan lalat terdapat mikrab-mikrab sejenis Fitriat yang diberi nama Ambaza Mouski dari golongan Antomofterali. Mikrab-mikrab ini hidup di bawah tingkat zat minyak dalam perut lalat. Bentuknya bundar yang kemudian memanjang dan keluar dari lingkungan perut melalui lubang pernapasan.

Ambaza Mouski ini berkumpul dalam sel-sel sehingga membentuk kekuatan yang amat besar. Akibatnya sel-sel itu pecah dan keluarlah cythoplasma yang

bisa membunuh kuman-kuman penyakit. Sel-sel tersebut terdapat di sekitar bagian ke tiga dari tubuh lalat, yaitu pada bagian perut dan punggungnya. Kedua bagian badan ini tidak pernah mengenai dasar tempat lalat mendarat atau benda apapun saat terbang karena selalu dijaganya.

Tahun 1947, Ernestein dari Inggris juga menyelidiki fitriat pada lalat ini. Hasil penyelidikannya menyimpulkan bahwa fitriat tersebut dapat memusnahkan bermacam bakteria diantaranya bakteria penyebab darah menjadi seperti grume, kuman disentri dan typhoid.

Pada tahun yang sama, Dr. Muftisch juga meneliti persoalan ini dan menyimpulkan bahwa satu sel mikrab ini dapat memelihara lebih dari 1000 liter susu dari bakteria Thyphoid, disentri dan lainnya.

Tahun 1950, Roleos dari Switzerland menemukan pula mikrab-mikrab ini dan memberi nama Javasin. Para peneliti lain yaitu Prof. Kock, Famer (Inggris),

Rose, Etlengger (German) dan Blatner (Switzerland) melakukan penyelidikan dan berkesimpulan sama tentang mikrab pada lalat sekaligus membuktikan

bahwa berbagai macam penyakit dan bakteria pada lalat hanya terdapat pada ujung kaki lalat saja dan bukan pada seluruh badannya.

Kembali tentang mikrab yang bisa membunuh kuman itu ternyata tidak bisa keluar dari tubuh lalat kecuali setelah disentuh oleh benda cair. Cairan ini bisa

menambah tekanan pada sel-sel yang mengandung mikrab penolak kuman sehingga menjadi pecah dan memercikkan mikrob-mikrob istimewa ini. Maka adalah logis bila ingin mengeluarkan mikrab-mikrab penolak kuman dari badan lalat, haruslah membasahi badannya yang berarti menyelupkan lalat yang jatuh

tersebut sebelum membuangnya dan dapat meminum air bekas 'lalat berenang' itu tanpa perlu ragu lagi.

Anehnya pemakaian mikrob yang berlebihan bisa memperberat penyakit sedang sedikit saja dari mikrob sudah cukup untuk memberantas berbagai macam penyakit yang biasanya dibawa lalat tersebut.

HADITS TENTANG LALAT

Berikut trace route hadits tentang lalat:

Hadits Riwayat Bukhari dalam kitab Bad'ul Khalq, diterima dari Khalid bin Makhlad dari Sulaiman bin Bilal dari 'Utbah bin Muslim dari 'Ubaid bin Hunain dari Abu Hurairah.

Hadits Riwayat Bukhari dalam Kitab Ath-Thibb, diterima dari Qutaibah dari Ismail bin Ja'far, dari 'Utbah bin Muslim, dari 'Ubaid bin Muslim Maulana Bani Zuraiq, dari Abi Hurairah.

Hadith Riwayat Abu Dawud dalam Kitab Al-Ath'imah, dari Ahmad bin Hanbal dari Basyar bin Al-Mufadhdhlol, dari Ibnu Ajlan, dari Sa'id Al Maqburi dari Abu Hurairah.

Hadits Riwayat An-Nasa'i dalam Kitab Al-Farra' wal 'Atirah dari Amr bin 'Ali dari Yahya dari Ibnu Abi Dzi'bin, dari Sa'id bin Khalid dari Abi Salamah dari Abi Sa'id Al Khudri.

Hadits Riwayat Ibnu Majah dalam Kitab Ath-Thibb, dari Abu Bakar bin Abu Syaibah dari Yazid bin Harun dari Ibnu Abi Dzi'bin dari Sa'id bin Khalid dari Abu Salamah dari Abu Sa'id.

Sanad lain dari Ibnu Majah dalam Kitab Ath-Thibb, untuk Suwaid bin Sa'id dari Muslim bin Khalid dari Utbah bin Muslim dari Abu Hurairah.

Hadits Riwayat Ad-Darimy dalam Kitab Al-Ath'imah, dari Abdullah bin Maslamah dari Sulaiman bin Bilal dari Utbah bin Muslim dari 'Ubaid bin Hunain dari Abu Hurairah.

Sanad lain Riwayat Ad-Darimy diterima dari Sulaiman bin Harb dari Hammad bin Salamah dari Tsumamah bin Abdullah bin Anas dari Abu Hurairah.

Hadits Riwayat Imam Ahmad dengan lafazh sama dengan no. 3 dan 5 di atas. Dilihat dari sanadnya, hadits-hadits di atas adalah shahih walaupun dari tinjauan matannya banyak yang meragukan. Apalagi bila ditinjau dari jumlah para perawinya. Hadits-hadits ini termasuk hadits Ahad karena hanya diterima oleh Abu Hurairah dan Abu Sa'id Al Khudriy saja.

Syekh Muhammad Rasyid Ridha mengatakan bahwa hadits Ahad setinggi-ingginya bernilai Zhanni yaitu sangkaan yang kuat. Al Qadhi 'Iyadh menganjurkan untuk menyelidiki kebenaran muatan hadits ini.

FATWA PARA AHLI

Dr. Mahmud Kamal dan Dr. Muhammad Abdul Mu'in dalam naskahnya di majalah Al-Azhar no. VII tahun 1378H pada prinsipnya menerima dan membenarkan hadits-hadits tentang lalat itu. Dan selaras dengan Al-Quran: Tidaklah ia (Muhammad) berkata menurut hawa nafsunya tetapi menurut apa yang diwahyukan kepadanya.

Hal ini juga diperkuat dengan penyelidikan para ahli kedokteran yang menemukan mikrab-mikrab ajaib pada lalat. Pengertian perintah pada hadits-hadits lalat bukanlah kewajiban namun merupakan irsyad (anjuran) dan tidak pula menjadi sunnah. Dengan demikian tidak bisa disalahkan seandainya ada yang mengikuti anjuran tersebut.

Ustadz Muhammad Ahmad Sholeh menolak pendapat-pendapat yang menolak dan mendustakan hadits tentang lalat dengan alasan-alasan ilmiah yang dijelaskan di atas sekaligus memberikan sinyalemen bahwa hadits-hadits tentang lalat ini sekedar salah satu MUKJIZAT Rasulullah selain Kitab Suci Al-Quranul Karim.


FATWA MAJELIS PERTIMBANGAN KESEHATAN DAN SYARA'

Setelah Majelis ini membaca dan mengkaji segala yang disampaikan kepadanya, kemudian mengadakan sidang-sidang yang akhirnya mengambil keputusan sebagai berikut:

Menerima:

Surat Kepala Bagian Pemberantasan Penyakit Menular dan Karantina bertanggal 3 Pebruari 1953 no. 5209/PMK/53/10 tentang lalat dalam minuman. Surat Pengawas/Kepala Dinas Kesehatan Daerah Swatantra tk. I Sumatera Utara tanggal 10 Juni 1959 no.6199/UDK/SU/59 tentang lalat yang terjatuh ke dalam minuman.

Memperhatikan:

Penjelasan ilmiah Ketua Sub Panitia Kesehatan M.P.K.S tentang ilmu hayat, lalat dan kemampuan lalat itu untuk memindahkan 14 macam penyakit menular yang amat berbahaya.

Menyelidiki:

Pandangan, pendapat dan keterangan Alim Ulama dalam dunia Islam tentang hadits lalat.

M E M U T U S K A N

Dengan mengharapkan taufiq dan hidayat Allah SWT sebagai berikut:

Matan hadits lalat diriwayatkan dalam beberapa lafadz yang berlain-lainan, sedang maksudnya satu, yaitu menyuruh membenamkan lalat itu ke dalam

minuman/makanan yang dijatuhi/dihinggapinya. Sanad hadits lalat itu sahih. Dalam seluruh hadits lalat itu tidak ada perintah atau larangan meminum/memakan minuman/makanan yang di dalamnya dibenamkan lalat dengan sayapnya. Apa hikmah ilmiah yang terkandung dalam hadits lalat itu dan dalam peristiwa apa nabi Muhammad SAW men-sabda-kan hadits tersebut pada waktu ini belum diketahui. Hadits lalat tidak mengenai aqidah atau ibadah; oleh karena meminum/memakan minuman/makanan yang dijatuhi/ dihinggapi lalat bukan soal ubudiyah, tetapi soal duniawiyah semata-mata, maka kepada kita diberikan kelonggaran oleh Islam untuk bertindak menurut kemaslahatan.

Para ahli kedokteran di seluruh dunia dewasa ini sepakat mengatakan bahwa lalat adalah pembawa dan pemindah aneka warna hama-hama penyakit, di antaranya basil kolera, tifus dan disentri sehingga meminum/memakan minuman/ makanan yang telah dihinggapi/jatuh ke dalamnya lalat dapat membahayakan orang yang meminumnya/ memakannya.

Menurut ajaran Islam orang disuruh berjaga-jaga/menjauhkan diri dari berbuat sesuatu yang mungkin mendatangkan kemudharatan baginya, termasuk juga

memelihara kesehatan yang menjadi pemberian Iman dan Islam. Berdasarkan keterangan di atas maka sesungguhnya terhadap soal minuman/makanan yang dijatuhi/dihinggapi lalat meskipun telah dibenamkan dengan kedua belah sayapnya sikap yang sebaik-baiknya ialah tidak meminum/memakan minuman/ makanan tersebut, lebih-lebih di kala wabah penyakit kolera, tifus dan disentri sedang mengamuk.

Demikianlah penjelasan dan keterangan serta pembahasan dan kupasan masalah yang dimajukan itu. Semoga tetaplah kita dikaruniai Allah Taufiq dan

Hidayat dan semoga tetaplah Allah memberi ma'unah dan inayah bagi Negara dan Ummat untuk melaksanakan keputusan ini.

Mudah-mudahan usaha kami ini menjadi amal shaleh yang kekal manfaatnya.

Amin Allahumma Amin.

Walhamdulillahi rabbil 'Alamin.

Jakarta, 7 Oktober 1963

Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara'

Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Ketua: Dr. Medm Ahmad Ramali

Sekretaris: Dr. Haji Ali Akbar

Dari:

TINJAUAN LALAT KE DALAM MAKANAN ATAU MINUMAN

Oleh adriana - 13/06/2008 20:26,

http://www.darulbayan.com/v2/index.php?option=com_fireboard&Itemid=1&id=2497&catid=73&func=fb_pdf,

Diakses pada hari: Selasa, 2 Juni 2009

Rabu, 20 Mei 2009

Hukum Merokok

Sabtu, 21 Februari 2004 13:14:51 WIB
Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan:

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: Apa hukum merokok menurut syari’at, berikut dalil-dalil yang mengharamkannya?

Jawaban:
Merokok haram hukumnya berdasarkan makna yang terindikasi dari zhahir ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah serta i’tibar (logika) yang benar.

Dalil dari Al-Qur’an adalah firmanNya:
“Artinya: Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” [Al-Baqarah: 195]

Maknanya, janganlah kamu melakukan sebab yang menjadi kebinasaanmu.

Wajhud dilalah (aspek pendalilan) dari ayat tersebut adalah bahwa merokok termasuk perbuatan mencampakkan diri-sendiri ke dalam kebinasaan.

Sedangkan dalil dari As-Sunnah adalah hadits yang berasal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara shahih bahwa beliau melarang menyia-nyiakan harta. Makna menyia-nyiakan harta adalah mengalokasikannya kepada hal yang tidak bermanfaat. Sebagaimana dimaklumi, bahwa mengalokasikan harta dengan membeli rokok adalah termasuk pengalokasiannya kepada hal yang tidak bermanfaat bahkan pengalokasian kepada hal yang di dalamnya terdapat kemudharatan.

Dalil dari As-Sunnah yang lainnya, sebagaimana hadits-hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:
“Artinya: Tidak boleh (menimbulkan) bahaya dan juga tidak oleh membahayakan (orang lain)” [Hadits Riwayat Ibnu Majah, kitab Al-Ahkam 2340]

Jadi, menimbulkan bahaya (dharar) adalah ditiadakan (tidak berlaku) dalam syari’at, baik bahayanya terhadap badan, akal ataupun harta. Sebagaimana dimaklumi pula, bahwa merokok adalah berbahaya terhadap badan dan harta.

Adapun dalil dari i’tibar (logika) yang benar, yang menunjukkan keharaman merokok adalah karena (dengan perbuatannya itu) si perokok mencampakkan dirinya sendiri ke dalam hal yang menimbulkan hal yang berbahaya, rasa cemas dan keletihan jiwa. Orang yang berakal tentunya tidak rela hal itu terjadi terhadap dirinya sendiri. Alangkah tragisnya kondisi dan demikian sesak dada si perokok, bila dirinya tidak menghisapnya. Alangkah berat dirinya berpuasa dan melakukan ibadah-ibadah lainnya karena hal itu meghalangi dirinya dari merokok. Bahkan, alangkah berat dirinya berinteraksi dengan orang-orang yang shalih karena tidak mungkin mereka membiarkan rokok mengepul di hadapan mereka. Karenanya, anda akan melihat dirinya demikian tidak karuan bila duduk-duduk bersama mereka dan berinteraksi dengan mereka.

Semua i’tibar tersebut menunjukkan bahwa merokok adalah diharamkan hukumnya. Karena itu, nasehat saya buat saudaraku kaum muslimin yang didera oleh kebiasaan menghisapnya agar memohon pertolongan kepada Allah dan mengikat tekad untuk meninggalkannya sebab di dalam tekad yang tulus disertai dengan memohon pertolongan kepada Allah serta megharap pahala-Nya dan menghindari siksaan-Nya, semua itu adalah amat membantu di dalam upaya meninggalkannya tersebut.

Jika ada orang yang berkilah, “Sesungguhnya kami tidak menemukan nash, baik di dalam Kitabullah ataupun Sunnah Rasul-Nya perihal haramnya merokok itu sendiri.”

Jawaban atas statemen ini, bahwa nash-nash Kitabullah dan As-Sunnah terdiri dari dua jenis.

[1]. Satu jenis yang dalil-dalilnya bersifat umum seperti Adh-Dhawabith (ketentuan-ketentuan) dan kaidah-kaidah di mana mencakup rincian-rincian yang banyak sekali hingga Hari Kiamat.

[2]. Satu jenis lagi yang dalil-dalilnya memang diarahkan kepada sesuatu itu sendiri secara langsung.

Sebagai contoh untuk jenis pertama adalah ayat Al-Qur’an dan dua buah hadits yang telah kami singgung di atas yang menujukkan secara umum keharaman merokok sekalipun tidak secara langsung diarahkan kepadanya.

Sedangkan untuk contoh jenis kedua adalah firmanNya.

“Artinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah” [Al-Maidah : 3]

Dan firmanNya:
“Artinya: Hai orang-orang yang beriman, sesunguhnya (meminum) khamr, berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu” [Al-Ma’idah: 90]

Jadi, baik nash-nash tersebut termasuk ke dalam jenis pertama atau jenis kedua, maka ia bersifat keniscayaan (keharusan) bagi semua hamba Allah karena dari sisi pendalilan mengindikasikan hal itu.

[Program Nur Alad Darb, dari Fatwa Syaikh Ibn Utsaimin]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq]

Dari: http://www.almanhaj.or.id/content/263/slash/0

Telaah Hadits Palsu-1

Posted on Mei 2, 2009 by Abu Ja'far Amri A. Fillah Al Atsary

Hadist yang berbunyi: “Perselisihan di antara umatku adalah rahmat.”

Ternyata hadits tersebut tidak ada sumbernya. Para pakar hadits telah berusaha mendapatkan sumbernya dengan meneliti dan menelusuri sanadnya, namun tidak menemukannya. As-Subuki mengatakan “Hadits tersebut tidak dikenal di kalangan para pakar hadits dan sayapun tidak menjumpai sanadnya yang shahih, dha’if ataupun maudhu’. Pernyataan itu ditegaskan dan disepakati oleh Syeikh Zakaria Al-Anshari dalam mengomentari tafsir Al-Baidhawi II/92. Disitu ia mengatakan “Dari segi maknanya terasa sangat aneh dan menyalahi apa yang diketahui para ulama peneliti.”


Ibnu Hazem dalam kitab Al-Ahkam fi Ushulil Ahkam V/64 menyatakan, “Ini bukan hadits.” Barangkali ini termasuk sederetan ucapan yang paling merusak dan membawa bencana. Bila perselisihan dan pertentangan itu merupakan rahmat, pastilah kesepakatan dan kerukunan itu merupakan kutukan. Ini tidak mungkin akan diucapkan apalagi diyakini oleh kaum muslim yang berpikir tenang dan teliti. Masalahnya hanya dua alternatif, yaitu bersepakat atau berselisih, yang berarti pula rahmat atau kutukan (kemurkaan).


Menurut saya, kata-kata ini akan berdampak negatif bagi umat Islam dari masa ke masa. Perselisihan yang disebabkan perbedaan antar mazhab benar-benar telah mencapai klimaksnya, bahkan para pengikut mazhab yang fanatik tidak segan-segannya meng-kafirkan pengikut mazhab lain. Anehnya, jangankan para pengikut mazhab, para pemimpin atau para ulamanya pun yang mengetahui syariat dan ajaran Islam tidak seorangpun yang berusaha kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah Nabawiyah yang sahih. Padahal itulah yang diperintahkan oleh para imam mazhab yang mereka ikuti.

Imam-imam yang menjadi panutan mereka itu telah dengan tegas berpegang hanya pada Al-Qur’an dan As-Sunnah, ijma dan qiyas. Karena itulah para imam dengan tegas pula menyatakan secara bersama, “Bila hadits itu sahih, maka itulah mazhab-ku. Dan bila ijtihad atau pendapatku bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah yang sahih, ikutilah A-Qur’an dan Sunnah serta campakkanlah ijtihad dan pendapatku.

Itulah mereka. Sedangkan ulama kita dewasa ini kendatipun mengetahui dengan pasti bahwa perselisihan dan perbedaan tidak mungkin dapat disatukan kecuali dengan mengembalikan kepada sumber dalilnya, menolak yang menyalahi dalil dan menerima yang sesuai dengannya, namun tak mereka lakukan. Dengan demikian, mereka telah menyandarkan perselisihan dan pertentangan ada dalam syariat. Barangkali ini saja sudah cukup menjadi bukti bahwa itu bukan datang dari Allah SWT. Kalau saja mereka itu mau benar-benar mengkaji dan mempelajari Al-Qur’an serta mencamkan firman Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 82, yang artinya : “….Kalau sekiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (An-Nisa’: 82). Ayat tersebut menerangkan dengan tegas bahwa perselisihan dan perbedaan bukanlah dari Allah SWT. Kalau demikian bagaimana mungkin perselisihan itu merupakan ajaran atau syariat yang wajib diikuti apalagi merupakan suatu rahmat yang diturunkan Allah SWT? La haula wala quwwata illa billah!


Karena adanya ucapan itulah, banyak umat Islam setelah masa para imam –khususnya dewasa ini– terus berselisih dan berbeda pendapat dalam banyak hal yang menyangkut segi akidah dan amaliah. Kalau saja mereka mau mengenali dan mencari tahu bahwa perselisihan itu buruk dan dikecam Al-Qur’an dan Sunnah pastilah mereka akan segera kembali ke persatuan dan kesatuan.


Ringkasnya perselisihan dan pertentangan itu dikecam oleh syariat dan yang wajib adalah berusaha semaksimal mungkin untuk meniadakan dan menjauhkannya dari umat Islam sebab hal itu menjadi penyebab utama melemahnya umat Islam seperti yang difirmankan Allah SWT: “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu….” (Al-Anfal : 46). Adapun merasa rela terhadap perselisihan dan menamakannya sebagai rahmat jelas sekali menyalahi Al-Qur’an dan hadits-hadits sahih. Dan nyatanya ia tidak mempunyai dasar kecuali ucapan di atas yang tidak bersumber dari Rasulullah SAW.


Barangkali muncul pertanyaan: para sahabat Rasulullah SAW telah berselisih pendapat, padahal mereka adalah seutama-utamanya manusia. Lalu apakah mereka juga termasuk yang dikecam Al-Qur’an dan Sunnah? Pertanyaan semacam itu dijawab oleh Ibnu Hazem : Tidak! Sama sekali tidak! Mereka tidak termasuk yang dikecam Al-Qur’an dan Sunnah sebab mereka masing-masing benar-benar mencari mardhatillah dan demi untuk-Nya semata. Diantara mereka ada yang mendapat satu pahala karena niat yang baik dan kehendak demi kebaikan. Sungguh telah ditiadakan dosa atas mereka karena kesalahan yang telah mereka lakukan. Mengapa? Karena mereka tidak sengaja dan tidak bermaksud (berselisih) dan tidak pula meremehkan dalam mencari (kebenaran). Bagi mereka yang mendapat kebenaran baginya dua pahala. Begitulah umat Islam hingga hari kiamat nanti.

Adapun kecaman dan ancaman yang ada dalam Al-Qur’an dan Sunnah ditujukan bagi mereka yang dengan sengaja meninggalkan Al-Qur’an dan Sunnah setelah keduanya sampai di telinga mereka dan adanya dalil-dalil yang nyata di hadapan mereka serta kepada mereka yang menyandarkan pada si Fulan dan si Fulan, bertaklid dengan sengaja demi satu ikhtilaf, mengajak pada fanatisme sempit ala jahiliyah demi menyuburkan firqah.

Mereka sengaja menolak Al-Qur’an dan Sunnah Nabawiyah. Kecaman dan ancaman tadi khusus untuk mereka yang bila isi Al-Qur’an dan Sunnah sesuai dengan hawa nafsu dan keinginannya lalu mereka ikuti; tetapi bila tidak sesuai, mereka kembali pada ashabiyah jahiliyahnya. Karena itu, berhati-hati dan waspadalah terhadap semua itu bila Anda mengharapkan keselamatan dan kesuksesan pada hari yang tiada guna harta dan keturunan kecuali orang-orang yang menghadap Allah SWT dengan hati bersih. (Lihat Al-Ihkam fi Ushulil-Ahkam V/67-68).

[Diambil dari SILSILAH HADITS DHA'IF DAN MAUDHU' JILID 1, Oleh Muhammad Nashiruddin Al-Albani] dari mailing list: assunnah@yahoogroups.com


“Perbedaan Pendapat Di Kalangan Umatku Adalah Rahmat”

Mukaddimah

Perbedaan pendapat merupakan sunnatullah di muka bumi ini namun apakah dapat dikatakan bahwa ia merupakan rahmat bagi umat Islam?

Tentunya jawaban atas hal ini selalu dilandaskan kepada sebuah hadits yang amat masyhur, yang menyatakan bahwa perbedaan pendapat itu adalah rahmat. Nah, pada kajian kita kali ini, akan sedikit berbicara tentang hadits tersebut dan kualitasnya, semoga dapat bermanfa’at.

NASKAH HADITS

اِخْتِلاَفُ أُمَّتِي رَحْمَةٌ

“Perbedaan pendapat di kalangan umatku adalah rahmat.”

Penjelasan:

Hadits dengan redaksi seperti ini sebagai yang disebutkan Imam as-Suyûthiy dalam buku yang kita kaji ini (ad-Durar al-Muntatsirah Fi al-Ahâdîts al-Musytahirah) diriwayatkan oleh Syaikh Nashr al-Maqdisiy di dalam kitabnya “al-Hujjah” secara marfu’ dan al-Baihaqiy di dalam kitabnya “al-Madkhal” dari al-Qasim bin Muhammad, yaitu ucapannya,

“Dan dari ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz, dia berkata,

مَا سَرَّنِي لَوْ أَنَّ أَصْحَابَ مُحَمَّدٍ لَمْ يَخْتَلِفُوْا، ِلأَنَّهُمْ لَوْ لَمْ يَخْتَلِفُوْا لَمْ تَكُنْ رُخْصَةٌ

“Tidak menyenangkanku andaikata para shahabat Muhammad itu tidak berbeda pendapat, karena andaikata mereka tidak berbeda pendapat, tentu tidak ada rukhshoh (keringanan/dispensasi)”

Setelah ucapan ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz ini, Imam as-Suyûthiy mengomentari,

“Menurutku, ini menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah perbedaan mereka di dalam hukum. Ada pendapat yang mengatakan bahwa maksudnya adalah perbedaan di dalam bidang skill dan pekerjaan. Ini disebutkan oleh beberapa orang.

Dan di dalam Musnad al-Firdaus dari jalur Juwaibir, dari adl-Dlahhâk dari Ibn ‘Abbas secara marfu’ disebutkan,

اِخْتِلاَفُ أَصْحَابِي لَكُمْ رَحْمَةٌ

“Perbedaan pendapat para shahabatku bagi kalian adalah rahmat.”

Ibn Sa’d di dalam kitabnya “ath-Thabaqât” berkata, ‘Qabîshah bin ‘Uqbah menceritakan kepada kami, dia berkata, ‘Aflah bin Humaid menceritakan kepada kami, dia berkata, ‘dari al-Qâsim bin Muhammad berkata,

كَانَ اخْتِلاَفُ أَصْحَابِ مُحَمَّدٍ رَحْمَةً لِلنَّاسِ

“Perbedaan para shahabat Muhammad itu merupakan rahmat bagi umat manusia.” [Selesai ucapan Ibn Sa’d].

CATATAN:

Penahqiq (analis) atas buku yang kita kaji ini, yaitu Syaikh. Muhammad Luthfy ash-Shabbâgh memberikan beberapa anotasi berikut: “Hadits ini kualitasnya Dla’îf (Lemah).

Untuk itu, silahkan merujuk kepada buku-buku berikut:

1. al-Maqâshid al-Hasanah Fî Bayân Katsîr Min al-Ahâdîts al-Musytahirah ‘Ala al-Alsinah, karya as-Sakhâwiy, h.26
2. Tamyîz ath-Thayyib Min al-Khabîts Fîmâ Yadûr ‘Ala Alsinah an-Nâs Min al-Hadîts, karya Ibn ad-Diba’, h.9
3. Kasyf al-Khafâ` wa Muzîl al-Ilbâs ‘Amma isytahara Min al-Ahâdîts ‘Ala Alsinah an-Nâs, karya al-‘Ajlûniy, Jld.I, h.64
4. al-Asrâr karya ,no.17 dan 604
5. Dla’îf al-Jâmi’ karya Syaikh al-Albâniy, no.230
6. Silsilah al-Ahâdîts adl-Dla’îfah karya Syaikh al-Albâniy, no.57
7. Tadzkirah al-Mawdlû’ât karya al-Fitniy, h.90
8. Tadrîb ar-Râwiy karya Imam as-Suyûthiy, h.370
9. Faydl al-Qadîr karya as-Sakhâwiy, jld.I, h.209-212, di dalam buku ini Imam as-Subkiy berkata, “(Hadits ini) tidak dikenal di kalangan para ulama hadits dan saya tidak mengetahui ada sanad yang shahih, dla’if atau mawdlu’ mengenainya.”

Menurut saya (Syaikh Muhammad Luthfiy), “Perbedaan pendapat itu bukanlah rahmat tetapi bencana akan tetapi ia merupakan hal yang tidak bisa dihindari sehingga yang dituntut adalah selalu berada di dalam koridor syari’at dan tidak menjadi sebab perpecahan, perselisihan dan perang.”

(Sumber: ad-Durar al-Muntsirah Fi al-Ahâdîts al-Musytahirah karya Imam as-Suyûthiy, tahqiq Syaikh. Muhammad Lutfhfy ash-Shabbâgh, h.59, no.6)


Sumber: www.alsofwah.or.id Diarsipkan di bawah: Al Masaail

Dari: http://ainuamri.wordpress.com/2009/05/02/membongkar-kepalsuan-hadis-populer-yang-berbunyi-perbedaan-pendapat-diantara-umat-islam-adalah-rahmat/